Pergeseran Arah Amerika Serikat yang Illiberal Merubah Potensi Kesepakatan dengan China

Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) telah mengalami perubahan yang signifikan. Dari pengaruh liberalisme demokratis yang mendalam, AS kini mengarah pada kebijakan yang lebih illiberal atau kurang mengindahkan prinsip-prinsip demokrasi liberal dalam beberapa hal. Pergeseran ini, yang terlihat dalam banyak keputusan domestik dan internasional, secara langsung berpengaruh pada hubungan negara dengan China, salah satu kekuatan besar yang menjadi rival utama AS di pentas global.

Apa Itu Pergeseran Illiberal Amerika Serikat?

Pergeseran illiberal yang dialami oleh AS mengacu pada menurunnya komitmennya terhadap prinsip-prinsip demokrasi liberal yang selama ini menjadi landasan kebijakan luar negeri negara tersebut. Prinsip-prinsip ini meliputi hak asasi manusia, kebebasan berbicara, dan pemerintahan yang transparan serta akuntabel. Dalam beberapa tahun terakhir, di bawah pemerintahan Donald Trump dan juga beberapa kebijakan yang diteruskan oleh Joe Biden, AS cenderung lebih menekankan pada kepentingan nasional dan keamanan nasional daripada memperjuangkan nilai-nilai liberal di dunia internasional.

Pergeseran ini terlihat jelas dalam cara AS menghadapi ancaman global, perdagangan internasional, dan kebijakan luar negeri. Di samping itu, keputusan yang lebih proteksionis, penutupan pasar, dan kebijakan yang lebih terfokus pada rivalitas dengan China serta negara-negara non-liberal lainnya, mengarah pada penurunan komitmen terhadap multilateralisme dan kerjasama internasional yang didasarkan pada prinsip-prinsip liberalisme.

Dampak Pergeseran Illiberal terhadap Hubungan dengan China

Bagi China, kebijakan luar negeri AS yang lebih illiberal mempengaruhi cara negara ini berinteraksi dengan kekuatan global. China, yang sering disorot oleh AS atas pelanggaran hak asasi manusia, kebebasan politik, dan otokrasi yang dijalankannya, kini merasa semakin terasing oleh kebijakan yang lebih memberi penekanan pada kepentingan pragmatis daripada prinsip-prinsip demokrasi.

AS dalam beberapa tahun terakhir semakin menekankan kompetisi strategis dengan China dalam beragam bidang, termasuk teknologi, militer, dan perdagangan. Pergeseran ini memperburuk ketegangan di kawasan Asia-Pasifik dan di seluruh dunia. Perang dagang, yang dimulai di era Trump, terus berlanjut di era Biden, meski dengan sedikit penurunan intensitas, namun ketegangan di laut China Selatan, hak asasi manusia di Xinjiang, dan isu Taiwan tetap menjadi perhatian utama dalam hubungan kedua negara.

Kebijakan AS yang lebih mendasar dan nasionalis menghasilkan pendekatan yang lebih bilateral dan kompetitif, mengurangi ruang untuk kerjasama yang lebih konstruktif dengan China, seperti dalam perundingan mengenai perubahan iklim, pembangunan ekonomi, dan keamanan internasional.

Potensi Kesepakatan dengan China yang Semakin Terhambat

Pergeseran kebijakan AS ke arah illiberalism memiliki implikasi terhadap potensi kesepakatan antara AS dan China, khususnya dalam bidang perdagangan dan keamanan internasional. Di masa lalu, AS dan China, meskipun memiliki perbedaan yang besar dalam sistem politik, telah berusaha menemukan titik temu melalui negosiasi multilateral dan kerjasama internasional. Namun, ketegangan yang dipicu oleh kebijakan illiberal kini mengurangi kemungkinan terwujudnya kesepakatan yang saling menguntungkan.

Sebagai contoh, di perdagangan global, meskipun ada kesepakatan perdagangan seperti Phase One Trade Deal yang ditandatangani pada 2020, hubungan ekonomi kedua negara tetap dikelilingi oleh ketidakpastian dan persaingan. Tarif tinggi yang dikenakan oleh AS terhadap barang-barang China masih berlaku, dan China menghadapi tekanan internasional mengenai kebijakan Teknologi 5G serta keamanan data yang sangat ketat.
Sementara itu, dalam aspek geopolitik, kebijakan AS yang lebih keras terhadap China terkait dengan isu Taiwan dan keamanan regional memperburuk hubungan bilateral. China menganggap ketegangan ini sebagai ancaman langsung terhadap sumber daya strategis dan keamanan nasionalnya, sehingga tidak ada cukup ruang untuk dialog yang lebih mendalam atau kesepakatan yang lebih konstruktif antara kedua negara.

Perspektif Masa Depan: Tantangan untuk Diplomasi Global

Dalam jangka panjang, pergeseran illiberal di AS akan menghadirkan tantangan besar bagi diplomasi global. Dengan AS yang lebih menekankan kepentingan nasional dan pragmatisme daripada kerja sama multilateral, negara-negara besar seperti China akan semakin cenderung mengikuti jalur yang lebih mandiri dan berfokus pada kepentingan domestik mereka sendiri.

Namun, meskipun kebijakan illiberal dapat meningkatkan ketegangan dan menghambat potensi kesepakatan, dunia tidak dapat menghindari pentingnya kerjasama internasional dalam isu-isu besar, seperti perubahan iklim, pandemi, dan keamanan dunia. Ini akan menjadi tantangan besar bagi AS dan China untuk menemukan keseimbangan antara rivalitas dan kerjasama dalam menghadapi tantangan global yang lebih besar.

Kesimpulan: Sebuah Jalan yang Tersendat

Dengan kebijakan luar negeri AS yang kini lebih illiberal, potensi kesepakatan dengan China semakin terhambat, terutama dalam isu-isu perdagangan, teknologi, dan keamanan. Walaupun kebijakan ini berfokus pada kepentingan nasional, baik AS maupun China tetap berada dalam lingkup hubungan yang saling bergantung, di mana kerjasama internasional tetap diperlukan.

Namun, kesulitan untuk mencapai kesepakatan yang lebih luas mungkin akan tetap menjadi tema sentral dalam hubungan AS-China, di mana ketegangan politik dan ekonomi terus mendominasi, sementara peluang untuk diplomasi yang lebih konstruktif semakin terbatas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *